Menu Bar

Rabu, 05 Juni 2013

"Harapan sang istri" pun kandas




Manusia memang diciptakan berpasang-pasangan antara laki-laki dan perempuan. Akan tetapi tindakan sepihak yang disebut perjodohan akan mengakibatkan hal-hal yang tidak diinginkan. Orang tua harus tahu jika anaknya terlihat senang hati atau jika anaknya terlihat sedikit sedih dengan jodoh yang dipilihkan orang tua. Ketidaksensitifan orang tua akan hal kecil seperti itu akan membebani anak karena pasti, sebisa mungkin anak akan menerima keinginan orang tua termasuk jodoh yang diberikan orang tua karena mereka tidak ingin menyakiti hati orang tua. Anak yang menjalani kehidupan rumah tangga merasa berat, bahkan sangat terpaksa. Ketika keterpaksaan menjadi beban dalam rumah tangga, maka hanya akan membuat seorang anak merasakan hampa, gersang, dan usang. Sedikit pun rasa bahagia tidak dapat dirasakan, justru penyesalan yang terus menyala.

Pernikahan adalah hal yang sakral dan tak bisa dianggap main-main. Kesakralan akan pernikahan sehidup semati yang diharapkan berjalan langgeng perlu didukung dengan adanya cinta. Walaupun banyak pula orang yang beranggapan bahwa masalah masa depan adalah masalah financial yang terjamin untuk kelangsungan hidup keluarga sehingga kadang ada orang yang hanya mencari masa depan yang cerah dengan dukungan financial. Memang tidak ada yang memungkiri bahwa masalah financial pun penting untuk kelangsungan berumah tangga, namun financial yang terjamin belum tentu pula menjamin kebahagiaan hati seseorang apabila rumah tangga yang dijalani itu didasari dengan hati yang masih setengah-setengah karena pengaruh atau doktrin yang secara tidak langsung disampaikan oleh orang–orang sekitar agar status mereka lebih terhormat.

Banyak orang yang mengatakan bahwa benih-benih cinta akan tumbuh seiring perjalanan waktu setelah menikah. Namun, hal tersebut sepertinya sangat sulit terjadi. Pasalnya, ketika hati tak berniat menjalaninya atau hanya berpura-pura atau masih berusaha memiliki niat menjalaninya maka dalam prakteknya pun hal tersebut akan dijalani dengan setengah hati. Tak heran, kelanggengan pernikahan pun menjadi ancaman yang ada di depan mata.

Sebuah perjodohan memang tidak menjamin akan kelanggengan pernikahan di kemudian hari. Seorang Psikolog dan Dosen muda Fakultas Psikologi Universitas Padjajaran, Bandung, Fredrick Dermawan Purba Mpsi mengatakan “susah jika dikatakan akan langgeng, karena sebuah perjodohan itu harus dilihat terlebih dahulu dasar awalnya apa” (Kamis, 22/3/2012). Tak bisa dipungkiri, perjodohan akibat paksaan baik secara langsung maupun tidak langsung akan memiliki dampak psikologis bagi anak ke depannya. “Dampak tersebut dapat dirasakan pada relasi berikutnya. Anak akan berada dalam keadaan stres yang berkepanjangan karena perjodohan tersebut akibat pilihan orang tuanya. Itu akan lebih memberatkan jika anak sudah memiliki calon pasangan hidupnya” tutur Fredrick.

Tidak ada komentar: