Manusia memang diciptakan berpasang-pasangan antara laki-laki dan perempuan. Akan tetapi tindakan sepihak yang disebut perjodohan akan mengakibatkan hal-hal yang tidak diinginkan. Orang tua harus tahu jika anaknya terlihat senang hati atau jika anaknya terlihat sedikit sedih dengan jodoh yang dipilihkan orang tua. Ketidaksensitifan orang tua akan hal kecil seperti itu akan membebani anak karena pasti, sebisa mungkin anak akan menerima keinginan orang tua termasuk jodoh yang diberikan orang tua karena mereka tidak ingin menyakiti hati orang tua. Anak yang menjalani kehidupan rumah tangga merasa berat, bahkan sangat terpaksa. Ketika keterpaksaan menjadi beban dalam rumah tangga, maka hanya akan membuat seorang anak merasakan hampa, gersang, dan usang. Sedikit pun rasa bahagia tidak dapat dirasakan, justru penyesalan yang terus menyala.
Pernikahan adalah hal
yang sakral dan tak bisa dianggap main-main. Kesakralan akan pernikahan sehidup
semati yang diharapkan berjalan langgeng perlu didukung dengan adanya cinta.
Walaupun banyak pula orang yang beranggapan bahwa masalah masa depan adalah
masalah financial yang terjamin untuk kelangsungan hidup keluarga sehingga
kadang ada orang yang hanya mencari masa depan yang cerah dengan dukungan
financial. Memang tidak ada yang memungkiri bahwa masalah financial pun penting
untuk kelangsungan berumah tangga, namun financial yang terjamin belum tentu
pula menjamin kebahagiaan hati seseorang apabila rumah tangga yang dijalani itu
didasari dengan hati yang masih setengah-setengah karena pengaruh atau doktrin
yang secara tidak langsung disampaikan oleh orang–orang sekitar agar status mereka
lebih terhormat.
Banyak orang yang
mengatakan bahwa benih-benih cinta akan tumbuh seiring perjalanan waktu setelah
menikah. Namun, hal tersebut sepertinya sangat sulit terjadi. Pasalnya, ketika
hati tak berniat menjalaninya atau hanya berpura-pura atau masih berusaha
memiliki niat menjalaninya maka dalam prakteknya pun hal tersebut akan dijalani
dengan setengah hati. Tak heran, kelanggengan pernikahan pun menjadi ancaman
yang ada di depan mata.
Sebuah perjodohan
memang tidak menjamin akan kelanggengan pernikahan di kemudian hari. Seorang Psikolog
dan Dosen muda Fakultas Psikologi Universitas Padjajaran, Bandung, Fredrick
Dermawan Purba Mpsi mengatakan “susah jika dikatakan akan langgeng, karena
sebuah perjodohan itu harus dilihat terlebih dahulu dasar awalnya apa” (Kamis,
22/3/2012). Tak bisa dipungkiri, perjodohan akibat paksaan baik secara langsung
maupun tidak langsung akan memiliki dampak psikologis bagi anak ke depannya. “Dampak
tersebut dapat dirasakan pada relasi berikutnya. Anak akan berada dalam keadaan
stres yang berkepanjangan karena perjodohan tersebut akibat pilihan orang
tuanya. Itu akan lebih memberatkan jika anak sudah memiliki calon pasangan
hidupnya” tutur Fredrick.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar